Ketika doamu benar-benar dikabulkan apa kamu sudah siap?
Papaku sudah kembali ke rumah Tuhan. Apa rasanya? Masih tidak percaya, sering menangis sendirian kalau tiba-tiba sadar sudah tidak punya papa lagi.
Rasanya baru kemarin waktu keluarga merayakan natal di rumah.
Rasanya baru kemarin waktu saya dan mama senang luar biasa ketika akhirnya papa mau dirawat.
Rasanya baru kemarin menghabiskan waktu seharian di rumah sakit. Melihat berbagai macam obat dan suntikan diberikan ke papa.
Rasanya baru kemarin melihat papa menerima tranfusi darah karena trombositnya yang turun drastis.
Rasanya baru kemarin papa dan mama merayakan 26 tahun pernikahannya tanggal 25 Januari 2012.
Rasanya baru kemarin juga ketika akhirnya papa pergi tanggal 26 Januari 2012. Papa hanya bertahan sampai 26 tahun menikah dengan mama.
Saya tidak terlalu hapal dengan tanggal ulang tahun pernikahan papa mama. Namun saya yakin selamanya saya akan ingat tanggal itu.
25 Januari 2012, setelah menunggu beberapa lama sampai kondisi papa memungkinkan akhirnya diberikan obat kanker yang hanya diminum 2 kali. Hari itu juga kondisi papa semakin memburuk, mulai gelisah dan bicara yang tidak jelas, kesadaran pun mulai berkurang drastis. Papa beberapa kali bilang “bagus-bagus” (yang kemudian dibilang orang bahwa itu tanda papa telah melihat penjemputan Tuhan yang indah). Papa juga sempat bilang ke mama “jangan ke mana-mana, tungguin aku sampe pagi”. Kata-kata yang kita anggap sebagai racauan biasa. Tanda-tanda lain yang kita abaikan semata-mata karena yang kita pikirkan hanya papa akan sembuh.
Kondisi papa mulai memburuk sekitar hampir tengah malam. Tensi turun, mulai sesak napas dan lain-lain. saya sempat siap-siap dan bilang ke mama kalau sekarang mungkin saatnya papa dipindah ke ruang ICU karena kondisi begini. Ternyata tidak dipindah namun alat-alat ICU yang dipindah ke kamar papa. Papa dipasang monitor untuk melihat tekanan darah, denyut nadi dan oksigen. Saya sempat ngetwit, “keseringan nonton Grey’s Anatomy jadi agak biasa melihat ini”. Yang nyatanya tidak akan pernah biasa melihat kondisi seperti ini. Beberapa kali alatnya berbunyi karena papa di bawah batas aman. Suster sudah keluar masuk. Dokter jaga pun sudah memeriksa yang saya serang dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab karena memang papa sudah kritis sekali.
Mama kemudian menelepon beberapa keluarga dan orang gereja karena merasa tidak sanggup menghadapi berdua. Saya sudah menangis melihat angka di monitor yang terus turun. Tuhan kasi jalan yang baik, keluarga dan orang gereja datang dengan sangat cepat. Yang sampai sekarang saya tidak habis pikir bagaimana dengan rumah sejauh itu mereka datang cepat. Tensi papa terakhir yang masih saya ingat adalah 55/25. Dan tiba-tiba kamar rawat dipenuhi dokter dan banyak suster yang berusaha menyelamatkan papa dengan memberi bantuan pernapasan dan berbagai macam suntikan. Saya kemudian diminta mama untuk membisikkan ke papa bahwa saya ikhlas dia pergi (yang saya tahu berat sekali untuk mama). Saya dengan keyakinan yang besar membisikkan papa “papa aku ikhlas papa pergi, tapi kalau memang belum waktunya balik lagi cepat ya pa”. saya masih berharap keadaan seperti di film bahwa dengan bisikan itu papa tidak akan mengikuti “cahaya” dan kembali ke tubuhnya. Namun setelah keadaan semakin buruk dan tampak tidak ada perubahan walau dokter dan suster tidak berhenti bekerja saya akhirnya membisikkan lagi “Papa aku ikhlas papa pergi”. Ternyata jauh di sana di tempatnya masing-masing tanpa sadar kakak dan adik saya mengatakan hal yang sama. Dan akhirnya setelah berusaha sekian lama dokter akhirnya bilang “Bapak sudah gak ada bu”. Saya dan mama karena sudah menangis dari awal seperti tidak ada bedanya. Kami masih blank bahkan sampai saya mengabarkan berita ini pada kakak saya. Saya juga masih blank ketika beberapa menit setelah itu saya harus langsung ke rumah mengambil pakaian untuk pemakaman papa saya. Saya masih juga blank ketika tiba-tiba saat saya kembali ke ruang jenazah sudah banyak teman papa dan mama saya yang datang. Dan untuk pertama kalinya ruang jenazah terasa tidak menyeramkan. Dan pagi hari itu terasa panas.
Saya juga masih blank ketika diminta mama memilihkan peti apa yang akan digunakan untuk papa. Dan tahu-tahu kami sudah ada di mobil jenazah untuk mengantarkan papa kembali ke rumah. Berkali-kali saya bilang dalam hati “Pi, kita pulang dulu ke rumah sebentar ya sebelum papa nanti pergi ke rumah Bapa”. Rumah tiba-tiba sudah rapi, saudara lain sudah ada di rumah. Dalam hitungan jam tenda sudah dipasang di rumah, teman-teman kantor dan tetangga berdatangan. Ketika kemudian kakak dan adik sampai saya baru sedikit sadar kalau ya saya sudah tidak punya papa lagi. Dan kemudian saat saya masuk lagi ke kamar Papa (setelah sebelumnya sudah bolak-balik) beberapa jam sebelum adik-adik papa dari luar kota datang saya mencium bau papa. Saya bilang dalam hati “Pi, sekarang di sini gak papa. Tapi nanti kalau adik-adiknya udah kumpul terus waktunya dimakamkan Papa jalan terus ya jangan noleh lagi ke belakang”. (Dan setelah pulang dari pemakaman saya tidak lagi mencium bau papa).
Tahu-tahu adik-adik papa sudah berkumpul semua, dan kami pergi ke pemakaman. Sampai di makam pada saat doa sebelum peti dikubur saya masih melihat sekeliling berharap bahwa seperti di film saya akan melihat papa tersenyum kemudian hilang. Tapi nyatanya tidak.
Papa memang sudah pergi. Sampai sekarang memang masih belum percaya kalau secepat itu papa diambil. Sampai saat menulis ini pun saya masih sering menangis, tapi tidak dihadapan mama karena saya tahu dia jauh lebih sedih. Tersadar kalau nanti aka nada banyak masa yang tidak akan saya lewati dengan papa. Tidak akan ada papa yang mengantar saya ke altar waktu misa pernikahan. Anak saya nanti tidak akan punya kakek dari saya. Tapi saya percaya Bapa di surga akan selalu menjadi “Papa” saya dan papa saya nanti akan selalu melihat dan tersenyum dari atas.
Yang membuat saya lega adalah, sampai akhir hayatnya papa memegang teguh imannya kepada Bapa di surga. Sakit semakin mendekatkan dia ke Bapa. Papa saya sudah melaksanakan kewajibannya, dia sudah menerima sakramen perminyakan. Papa sudah melaksanakan kewajibannya sebagai suami, setia sampai mati kepada mama tanpa pernah selingkuh, papa saya sudah melaksanakan kewajibannya mendidik kami bertiga sampai besar.
Saya selalu berdoa minta papa sembuh, namun semua itu harus sekehendak Bapa di surga. Doa saya dikabulkan, papa saya sudah tidak sakit. Dan semoga papa sekarang sedang berada di sisi kanan Bapa, di tempat yang Dia janjikan bagi orang yang percaya kepadaNya. Doa saya dikabulkan, semoga saya siap menerimanya.
0 comments:
Posting Komentar