Disclaimer : saya belum menikah apalagi punya anak, dan belum berencana menikah dalam waktu dekat.
Pasti akrab dengan kampanye ASI kan? Juga pernah dengar protes para konselor dan orang-orang yang peduli dengan dunia per-ASI-an tentang iklan suFor (susu formula).
Saya setuju dan mendukung penuh kampanye itu. Tapi yang jadi masalah adalah terkadang cara penyampaiannya yang salah. Banyak konselor yang kadang terlalu ekstrim dan keras sehingga yang terjadi bukan jumlah ibu menyusui semakin banyak tapi jumlah yang tidak simpatik yang meningkat.
Mari kita teliti kasusnya satu persatu. Ada ibu yang memang berniat memberikan ASIX (asi exlusif) kepada anaknya namun yang terjadi adalah asi tidak keluar atau sedikit sekali. Atau kasus lain adalah ibu tersebut bekerja sehingga tidak dapat memberikan ASIX kepada anaknya. Kalau menurut para konselor, ASI itu sifatnya supply and demand jadi sesuai kebutuhan. Anaknya butuh banyak ASI akan tersedia sesuai kebutuhan, TIDAK tergantung besar kecilnya payudara si ibu. Yang jadi masalah adalah terkadang ibu tidak mengerti cara pelekatan si bayi kepada ibu (googling Posisi dan Pelekatan Menyusui yang Benar) sehingga bayi tidak puas minum. Dan yang paling sering jadi alasan adalah semua tergantung pikiran si ibu. Kalau yakin bisa menyusui pasti akan bisa menyusui. Sedangkan untuk kasus ibu bekerja, disarankan untuk memberikan ASIP (ASI Perah). Setau saya, ASIP yang disimpan beku bisa tahan berbulan-bulan lamanya.
Kampanye ASI ini memang sangat penting, karena memang ASI adalah YANG TERBAIK. Menurut yang saya baca, ASI membuat bayi menjadi lebih pintar, sehat dan jarang kena penyakit. Sedangkan SuFor itu adalah PENGGANTI ASI, tidak akan bisa lebih baik. Yang saya baca, di luar negeri (lupa negara mana ) SuFor dianggap sebagai obat dan hanya dijual di apotik tertentu. Sedangkan di sini? kita tau sendiri bagaimana.
Yang diserang para konselor dan pemerhati ASI ini adalah pemerintah dan produsen susu formula. Karena menurut Kode Etik Pemasaran Susu Formula yang dikeluarkan WHO (saya rangkum sedikit)
- produsen sufor tidak boleh melakukan iklan dan promosi dalam bentuk apapun termasuk memberikan sampel produk
- tidak boleh juga menampilkan sufor secara khusus, memberikan diskon dll.
- personil pemasaran tidak boleh melakukan hubungan langsung dengan ibu hamil.
Dan sekarang apa yang kita lihat di Indonesia? Iklan susu formula bebas beredar di semua media. TV, majalah, koran, radio, website dll. Bahkan dengan embel-embel keistimewaan produknya. Diskon harga susu begitu sering kita jumpai. Personil pemasaran pun bebas berhubungan langsung dengan ibu dan calon ibu, bahkan trennya adalah pemasaran melalui telepon. Siapa yang salah? Menurut saya adalah produsen SuFor DAN pemerintah. Kenapa pemerintah? karena pemerintah yang seharusnya mengawasi hal tsb. Untungnya dari berita terakhir yang saya dengar iklan susu formula tahun depan akan dilarang dan acara dengan sufor sebagai sponsor juga akan dilarang. Happy? Sangat! Walaupun menurut saya terlambat. Tapi daripada tidak sama sekali.
Sampai paragraf tadi semua terlihat baik-baik saja kan? Yang menjadi masalah adalah adanya semboyan baru yang muncul yaitu. "Anak saya bukan anak sapi, karena itu saya memberikan ASI" juga "Anak SuFor itu anak sapi". Untuk kita mungkin semboyan itu biasa aja, tapi bayangkan bila yang dengar itu adalah ibu yang sudah berusaha mati-matian untuk ASIX tapi TERPAKSA harus memberikan SuFor sebagai pendamping atau bahkan pengganti ASI. Rasa bersalah karena tidak bisa memberikan ASI yang cukup ditambahkan dengan tudingan dari orang-orang sekitar yang kadang tidak mau tahu masalahnya.
Yang saya tahu adalah walaupun menurut para konselor ASI itu sangat sedikit sekali jumlah ibu yang tidak bisa memberikan ASI. Yang banyak terjadi menurut mereka adalah ibu tersebut kurang pengetahuan. Oke, let me tell you something. Tidak semua ibu memperoleh akses informasi yang luas, faktor lain pun adalah tidak ada dukungan dari keluarga bahkan suami untuk memberikan ASIX. Yang saya dengar ibu yang pergi ke konselor yang salah malah lebih sering "dimarahi" karena tidak dapat memberikan ASI yang cukup. Akhirnya rasa percaya diri menurun, si ibu menjadi sedih sehingga ASI semakin sedikit. Karena ASI itu juga berdasarkan pikiran si ibu, untuk dapat memberikan ASI yang cukup seorang ibu harus percaya diri, dalam kondisi yang senang dll.
Kayaknya cerita ini tidak bakal lengkap kalau tidak dari sisi saya ya.
Saya dulu sepertinya minum ASI dan SuFor (apa SuFor aja ya? gak yakin juga). Alasannya adalah karena mama saya bekerja, dan punya 3 anak dengan beda umur yang dekat. (23 bulan dengan kakak, 17 bulan dengan adik). Sepertinya ASI mama saya tidak cukup untuk kita bertiga, atau mungkin tidak sempat diperah atau alasan lain. Mungkin kalau itu terjadi sekarang lain ceritanya, kami masih bisa minum ASIP yang diperas mama saya di kantor yang punya nursery room. Tapi saya tidak pernah menyesal atau menyalahkan kondisi saya yang tidak memperoleh ASIX, karena saya tahu jaman dulu dukungan dari keluarga dan lingkungan tidak sebesar saat ini. Buat saya mama saya memberikan susu formula saja sudah merupakan pengorbanan besar. Kalau ada yang bilang yang penting punya uang bisa ngasi sufor, dan itu bukan hal besar. Let me tell you something, it's ALL about money! Walaupun susu formula saya bukan merk mahal tapi membayangkan papa dan mama saya yang benar-benar baru meniti karier dan masih jadi pegawai biasa (atau mungkin masih pegawai rendahan) untuk memberikan 3 orang anaknya susu formula menurut saya LUAR BIASA. Saya sangat beruntung karena tidak perlu meminum air tajin maupun air gula karena orangtuanya tidak mampu atau terlalu pelit. Kalau ada yang tanya emang ada yang minum air tajin/air gula, saya bakal bilang ADA. Saya pernah dengar ceritanya.
Kalau dibilang bagaimana kondisi saya? Puji Tuhan otak saya masih encer. Masih dapat ranking di sekolah, masuk universitas negeri dengan IP lumayan. Soal kesehatan, saya memang waktu kecil sering sakit tepatnya SD saya keluar masuk rumah sakit dengan keluhan demam berdarah (pernah masuk ICU) dan typus. Tapi itu juga pengaruh lingkungan rumah, karena buktinya setelah saya pindah rumah tidak lagi.
Soal kedekatan dengan orangtua khususnya mama, saya tidak pernah merasa ada masalah. Menurut saya, saya dekat sekali dengan mama. Dia yang sering tau saya sakit tanpa pernah diberi tahu, yang sering tau saya ada masalah sebelum saya cerita, itu yang disebut intuisi seorang ibu mungkin ya.
Intinya adalah, kampanye ASI itu baik, sangat baik malah. Tapi lakukan dengan lebih hati-hati. Kalau yang diserang produsen suFor dan pemerintah, jangan malah membuat ibu yang belum berhasil menjadi tertekan. Kalau memang tujuannya baik, jangan disampaikan dengan cara yang "jahat". Karena dari yang saya baca ibu dengan bayi yang baru lahir itu hormonnya masih belum seimbang, dan sangat sensitif.
Lakukan sesuatu yang baik dari hati. Karena apa yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati juga. :)