Last night I dream about you Dad.
We are all in the airport, taking you to Balikpapan. You look healthy, happy, exactly what I remember about you before that cancer happen. And then I realize it's 26 June, means that it's already 5 months since you gone to heaven.
I will think that it is your way to tell me (us) that you're happy in heaven. And tell us to stop crying and missing you that much.
Dear daddy, happy 5 months in heaven. I promise we all will meet again. In God's time.
With love ,
Your forever little girl. ♥
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Dear Dad
00.03 |
Read User's Comments(0)
Happiness is Simple
14.17 |
Melihat baju yang tiba-tiba ada jahitan kecil itu rasanya sejuk. Karena saya bahkan tidak tahu itu bolong tapi pembantu saya melihat dan tanpa diminta langsung dia perbaiki. Ahhh. The beauty of having the same maid for 25 years (even longer than my age).
Thank you De. :)
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Turut Berduka Cita
Maaf ya kalau akhir-akhir ini cerita blognya sedih terus. Ini karena saya mau mengingat dengan detil tentang papa saya. Oh ya, sampai sekarang saya masih nyebut papa bukan almarhum papa/arwah papa.
Dari 26 Januari sampai saat ini masih terus mengalir ucapan turut berduka cita. Dari keluarga, sahabat, teman lama dll. Dan selalu saya jawab dengan template "Makasih ya, sekarang papa sudah tenang di surga. Maafin kalo ada salah". Turut berduka cita saya anggap ucapan yang wajar sampai suatu saat mama saya terima telepon dari sepupu saya yang bilang turut berduka cita dan mama jawab."Turut bersuka cita aja, om sudah gak sakit lagi sekarang. Sudah kembali ke rumah Bapa di surga
Gila rasanya kayak ditampar dengar ucapan mama. Bukan salah yang ngasi ucapan sih. Tapi salah saya yang mengartikannya. Mama benar, walaupun sakit banget tapi bukan saatnya kita berduka cita yang ada harus bersuka cita. Papa saya sakit bertahun-tahun, di akhir itu menderita banget. Sekarang dia sudah Tuhan lepaskan sakitnya (sesuai doa saya). Papa meninggal tanpa penyesalan. Tanpa penyesalan buat papa dan tanpa penyesalan buat kami.
Papa meninggal setelah berjuang keras melawan sakit (sejuta macam terapi dan obat), papa meninggal setelah berpasrah pada Tuhan (doa, novena, rosario, sampai puncaknya Sakramen Perminyakan), papa meninggal setelah dia sempat bilang dia cinta istri dan anak-anaknya luar biasa.
Untuk kami pun semoga tidak ada penyesalan. Papa meninggal setelah berjuang bersama kami mencari segala jenis pengobatan, papa meninggal setelah menyelesaikan kewajibannya (memberikan ilmu buat anak-anaknya dan memastikan keuangan kami tidak terganggu setelah dia pergi), papa meninggal setelah kami semua minta maaf dan bilang kami cinta padanya, papa meninggal di tangan saya dan mama (diiringi doa dari kakak dan adik di tempat berbeda).
Tanpa maksud apapun, kepergian papa ini memberikan kelegaan besar buat saya. Karena terus terang sakit papa menghabiskan energi kami semua terutama mama. Mama yang dulunya aktif mengurangi drastis segala kegiatannya menghabiskan waktu keliling kota mencari obat-obatan yang disarankan semua orang, menghabiskan waktu berpikir makanan apa yang menimbulkan selera sekaligus tidak memicu gejala sakitnya, waktu tidur mama berkurang drastis karena selalu terbangun tiap malam memastikan papa tidak merasa sakit di perutnya. Tidak hanya papa yang berkurang drastis berat tubuhnya sampai 15kg, mama pun secara tidak langsung menjadi semakin kurus karena memikirkan dia.
Kepergian papa buat saya sekaligus memberikan kelegaan bagi papa sendiri. Selama ini dia selalu merasa merepotkan mama dan kami anak-anaknya. Papa pernah bilang ke mama "gimana ini, suamimu tambah kurus, sakit-sakitan gak bisa ngapa-ngapain" while mama dengan hati besarnya bilang "sakitnya kan sekarang aja pak, Tuhan lagi kasih sakit. Nanti kan kalau udah sembuh balik lagi kayak semula". Saya juga ingat gimana papa dengan hebohnya ngingetin saya harus makan enak waktu nungguin di rumah sakit sementara dia sendiri berjuang keras melawan sakit sekaligus berjuang keras memaksakan beberapa sendok makanan masuk ke mulutnya.
Apa yang berubah sejak kepergian papa? Saya jadi sering menangis atau bisa dibilang tiap hari nangis. Saya ingat waktu awal-awal papa pergi saya berusaha keras sesedih apapun atau sederas apapun air mata mengalir saya gak akan "nyebut-nyebut" nama papa. Karena orang bilang "kalau dipanggil terus nanti jalannya ke surga gak lapang. Nanti dia akan berhenti herus". Gimana saya sekuat tenaga merapal mantra "Papa abis ini kita pulang ke rumah bentar ya, papa di Misa- in dulu, papa ketemu adik-adiknya dari luar kota dulu, terus kita ke makam abis itu papa jalan terus jangan berhenti. Kita baik-baik di sini".
Salah satu teman papa yang melayat bilang kalau kesedihan gak akan cepat hilang justru terasa setelah beberapa bulan. Dan itu benar banget. Setelah 2 bulan papa pergi, rasa kangen itu luar biasa rasanya. Saya hampir nangis beli mie goreng yang lewat karena setiap beli mie seperti itu papa selalu bilang "mie kere" (padahal beli yang mahal juga ogah dia :D). Di tukang sate teringat papa yang selalu beliin sate kalau adik saya gak enak badan. Di warung rujak cingur keingat papa yang selalu beli rujak cingur kalau ke Surabaya. Lima hari di Surabaya berarti 5 porsi rujak cingur berbagai versi. Saya menangis di gereja karena teringat papa yang bilang ke mama "Kalau kamu dikasi Tuhan kekuatan bisa doain/nyembuhin orang sakit dipakai ya bu". Saya nangis waktu terima sms banking (ya, no.papa sekarang saya yang pakai) terima pensiun/bulan atau hak-hak papa yang lain. Saya nangis karena biarpun dia sudah pergi, kewajibannya dia ke keluarga tetap dia laksanakan.
Mengutip doa dari Puji Syukur :
Kami yakin bahwa hidupnya hanyalah diubah, bukannya dilenyapkan ; dan bahwa suatu kediaman abadi kini tersedia baginya di surga. Didasari oleh keyakinan ini, semoga dalam menghadapi maut yang tak terelakkan kami tidak lagi merasa takut, karena sungguh-sungguh didukung oleh harapan akan hidup abadi yang Kau janjikan kepada kami.
*balik nangis lagi*
Langganan:
Postingan (Atom)