25-26 Januari 2012
I still remember every detail that happened on that day.
25 Januari 2012
Hari di mana seharusnya menjadi hari bahagia untuk kami. Genap 26 tahun usia pernikahan orangtuaku. Tapi bukannya merayakan dengan doa syukur seperti tahun lalu kami merayakannya di rumah sakit. Setelah sebelumnya untuk pertama kalinya menginap di rumah sakit karena keadaan papa yang semakin menghawatirkan. Hari itu saya pergi ke kantin rumah sakit, membeli cokelat untuk hadiah anniversary. Sedih rasanya, sakit rasanya membayangkan ulang tahun pernikahan dirayakan di tempat seperti ini. Tapi penuh keyakinan kami berharap bahwa semua akan segera membaik.
Masih segar pula di bayangan waktu mama tanya sama papa apa dia mencintai kami. Dan jawabannya sungguh tegas padahal keadaannya sangat lemah "Ya saya cinta kalian luar biasa". Dan rasa sedih yang luar biasa waktu mama memimpin doa dan untuk pertama kalinya memasrahkan papa saya ke tangan Tuhan. Ketika mesin-mesin yang tidak biasa dipasang ke tubuh papa, ketika raut wajah dokter jaga dan suster mulai mengkhawatirkan, ketika satu-satunya kalimat yang keluar dari mulut suster hanya "Bapaknya dibantu doa ya."
Ketika saya memohon pada Tuhan dan juga papa saya untuk bertahan. Ketika mesin berbunyi terus menerus tanda keadaan sudah semakin parah. Ketika saya tidak perduli pada sekitar dan membiarkan pintu kamar terbuka lebar dengan suara mesin yang cukup keras. Saya mau memastikan suara itu terdengar di meja jaga suster yang puji Tuhan hanya terletak 10m. Ketika papa mulai kehilangan kesadaran setelah sebelumnya masih sempat berdoa bersama. Ketika kadar oksigen di tubuh perlahan-lahan mulai menipis. Ketika tekanan darah menurun drastis (saya masih ingat angka terakhirnya 55/25). Ketika dokter jaga memeriksa tubuh papa dengan keadaan panik. Ketika oksigen dilepas dan mulai dipompa manual. Ketika dokter mencari denyu nadi sampai ke kaki. Ketika akhirnya dokter berbalik badan dan bilang "Bapaknya sudah tidak ada Bu." Tepat pukul 01.55 26 Januari 2012.
26 Januari 2012
Sungguh mengherankan bagaimana saya bisa melewati hari itu dengan tenang. Karena 3 bulan sesudahnya sampai sekarang saya menangis setiap hari. Menjadi satu-satunya anak yang ada di Balikpapan ketika kakak dan adik masih di luar kota mungkin sebabnya .
Memilih peti mati, memutuskan formalin atau tidak, menjadi orang yang berhubungan dengan keamanan kompleks, memilih foto apa yang akan dipajang.
Masih seperti mimpi rasanya ketika satu persatu orang datang, dan kemudian tiba saatnya peti mati ditutup saat terakhir saya melihat papa. Ketika peti mati dikubur di dalam tanah di pemakaman pinggir kota yang dekat dengan salah satu tempat kerja papa di mana papa sering mengajak saya ke sana.
Bahagia luar biasa karena saya diberi kesempatan menemani papa di akhir-akhir masa hidupnya. Lega rasanya mengetahui bahwa untuk beberapa hari di saat-saat terakhirnya papa saya tidak merasakan sakit. Dan ketika akhirnya Tuhan lepaskan rasa sakit dan penderitaannya selamanya. Saya tidak menggugat rencana Tuhan. Saya sangat ikhlas (berusaha sangat ikhlas). Tuhan hanya pinjamkan papa saya, jadi saya tidak boleh marah saat Tuhan ambil kembali.
Tapi jauh di dalam hati ada rasa kangen yang sangat besar. Rencana-rencana indah masa depan seakan hancur berantakan. Saya masih ingin ada yang menerima lamaran calon suami saya kelak. Saya masih ingin diantar ke altar pada sakramen pernikahan saya nanti. Saya masih ingin anak saya nanti bisa bermain dengan kakeknya. Tapi yang paling simpel adalah saya masih ingin pergi gereja dengan papa. Masih ingin jadi satu-satunya orang yang diajak diskusi soal komputer dan internet. Masih ingin nonton bola di tv. Masih ingin diajak beli chinese food atau sekedar isi bensin mobil.
Tuhan terimalah papa saya di tanganMu. Lancarkanlah jalannya menuju surga. Ampunilah segala dosa dan salahnya. Sebagaimana dia telah bekerja keras membahagiakan keluarganya.
Tuhan rasanya masih sangat sakit, kuatkanlah hati kami Tuhan.
Papa, kita sekarang sudah terpisah dunia. Walau sekarang kami masih selalu menangis merindukanmu tapi percayalah kami pasti kuat. Bekal-bekal kehidupan telah engkau berikan. Terima kasih untuk segalanya. Berbahagialah bersama Tuhan di surga sana pa. Sampai akhirnya kita akan bersatu lagi di waktuNya.